Minggu, 29 April 2012

PERKEMBANGAN KREATIVITAS DAN PERKEMBANGAN NILAI, MORAL, DAN SIKAP


PERKEMBANGAN KREATIVITAS DAN  PERKEMBANGAN NILAI, MORAL, DAN SIKAP
( Tugas Akhir Perkembangan Peserta Didik )




Oleh :
Rika Anggraini
1113022049


PENDIDIKAN FISIKA
PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2011



“ Perkembangan Kreativitas “

Kreativitas tidak hanya sekedar keberuntungan tetapi merupakan kerja keras yang disadari.  Kegagalan bagi orang yang kreatif hanyalah merupakan  variabel pengganggu untuk keberhasilan. Dia akan mencoba lagi, dan mencoba lagi hingga berhasil.  Orang yang kreatif menggunakan pengetahuan yang kita semua memilikinya dan membuat lompatan yang memungkinkan, mereka memandang segala sesuatu dengan cara-cara yang baru.
A.    Kreativitas dan Teori Belahan Otak

Teori belahan otak ini menurut Clark (1988) dan Gowan (1989) bahwa sesungguhnya otak manusia itu menurut fungsinya terbagi menjadi dua yaitu belahan otak kiri dan otak kanan. Secara singkatnya, fungsi dari otak kiri mengarah pada cara berfikir yang konvergen (convergent thinking) dan belahan kanan mengarah pada cara berfikir menyebar. Teori belahan otak ini cukup berkembang, tetapi kelemahannya adalah teori ini mash sulit dibuktikan dan diuji secara empiris, perkembangannya masih bersifat hipotenik dan berupa rekomendasi. Perkembangan kreativitas berkaitan erat dengan fungsi belahan otak kanan dan kiri yang berarti berkaitan dengan perkembangan intelek.

B.     Pengertian Kreativitas Secara Umum

Adapun pengertian kreativitas menurut para ahli antara lain adalah :
1.      Barron mendefinisikan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru.
2.      Guildford menyatakan bahwa kreativitas mengacu pada kemampuan yang menandai ciri-ciri seorang kreatif.
3.      Utami Munandar mendefinisikan kreativitas adalah kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan, dan orisinalitas dalam berfikir serta kemampuan untuk mengolaborasi suatu gagasan.
4.      Rogers mendefinisikan kreativitas sebagai proses munculnya hasil-hasil baru ke dalam suatu tindakan.
5.      Drevdahl mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan untuk memproduksi komposisi dan gagasan-gagasan baru yang dapat berwujud aktivitas imajinatif atau sintetis yang mungkin melibatkan pembentukan pola-pola baru dan kombinasi dari pengalaman masa lalu yang dihubungkan dengan yang sudah ada pada situasi sekarang.
6.      Torrace mendefinisikan kreativitas sebagai proses kemampuan memahami kesenjangan-kesenjangan atau hambatan-hambatan dalam hidupnya, merumuskan hipotesis-hipotesis baru, dan mengomunikasikan hasilnya, serta sedapat mungkin memodifikasi dan menguji hipotesi-hipotesis yang telah dirumuskan. Dibutuhkan adanya dorongan dari lingkungan yang didasari oleh potensi kreatif yang telah ada dalam dirinya.
Selain pendapat dari para ahli, secara umum kreativitas merupakan ciri khas yang dimiliki oleh individu yang menandai adanya kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang sama sekali baru atau kombinasi dari karya-karya yang telah ada sebelumnya, menjadi suatu karya baru yang dilakukan melalui interaksi dengan lingkungannya untuk menghadapi permasalahan, dan mencari alternatif pemecahannya melalui cara-cara berfikir divergen.
C.    Pendekatan terhadap Kreativitas

Menurut Torres dibagi menjadi dua yaitu pendekatan psikologis yang melihat kreativitas dari segi kekuatan individu seperti intelegensi, bakat, motivasi, sikap, minat, dan disposisi kepribadian lainnya sedangkan pendekatan yang kedua adalah pendekatan sosiologis menyatakan bahwa kretivitas individu merupakan hasil dari proses interaksi sosial dimana individu dengan segala potensi dan disposisi kepribadiannya dipengaruhi oleh lingkungan sosial tempat individu itu berada.

Clark (1988) menggunakan pendekatan holistik untuk menjelaskan konsep kreativitas dengan berdasarkan pada fungsi-fungsi berfikir, merasa, mengindra, dn intuisi. Terdapat empat fungsi, diantaranya :
a.       Thingking, merupakan berfikir rasional dan dapat diukur serta dikembangkan mealui latihan.
b.      Feeling, menunjuk pada suatu tingkat kesadaran yang melibatkan segi emosional.
c.       Sensing, menunjuk pada suatu keadaan ketika dengan bakat yang ada diciptakan suatu produk baru yang dapat dilihat atau didengar oleh orang lain.
d.      Intuiting, menuntut adanyabsuatu tingkat kesadaran yang tinggi yang dihasilkan dengan cara membayangkan, berfantasi, dan melakukan terobosan ke daerah prasadar dan tak sadar.
Gray (1958, 1961, dan 1966) menemukan bahwa faktor-faktor ekonomi, sosial, politik, dan peranan keluarga yang kondusif menentukan dinamika dan irama perkembangan kreativitas. Apabila faktor tersebut berada dalam posisi yang positif maka perkembangannya pun akan maksimal.
Narool (1971) menunjukkan bahwa ada periode tertentu dalam setiap perkembangan kebudayaan yang dapat mendorong berkembangnya kreativitas.
Arieti (1976) mengemukakan beberapa faktor sosiologis yang kondusif bagi perkembangan kreativitas, yaitu : tersedianya sarana-sarana kebudayaan, keterbukaan terhadap keragaman cara berfikir, adanya keleluasan bagi berbagai media kebudayaan, adanya toleransi terhadap pandangan-pandangan yang divergen, dan adanya penghargaan yang memadai terhadap orang-orangbyang berprestasi.
D.    Perkembangan Kreativitas

Perkembangan kreativitas juga dapat ditinjau dari perkembangan kognitifnya. Menurut Jean Piaget ada empat tahap antara lan :
1.      Tahap Sensori-Motoris (0-2 tahun)
Anak berada dalam masa pertumbuhan yang ditandai oleh kecenderungan sensori-motoris yang amat jelas.Belum memiliki kemampuan untuk mengembangkan kreativitasnya. Kemampuan paling tinggi terjadi pada umur 18-24 bulan.
2.      Tahap Praoperasional (2-7 tahun)
Merupakan tahap intuisi sebab perkembagan kognitifnya memperlihatkan kecenderungan yang ditandai oleh suasanaa intuitif. Anak bersifat egosentris sehingga sering mengalami masalah. Kemampuan pengembangan kreativitas sudah mulai tumbuh karena anak sudah mulai mengembangkan memori dan telah memiliki kemampuan untuk memikirkan masa lalu dan masa yang akan datang.
3.      Tahap Operasional Konkret (7-11 tahun)
Anak mulai menyesuaikan diri dengan realitas konkret dan berkembang rasa ingin tahunya. Mulai berkembang kegiatan bersosialisasi dengan orang lain. Kreativitasnya sudah mulai berkembang.
4.      Tahap Operasional Formal (11 tahun keatas)
Anak telah mampu mewujudkan suatu keseluruhan dalam suatu kegiatan. Interaksi dengan lingkungan sudah luas dan perkembangan kreativitasnya berada dalam tahap yang amat potensial.

Gowan (1987) kreatif individu mulai berkembang dengan baik ketika memasuki tahap operasional formal. Torrance (1977) bahwa remaja individu sudah mulai mampu berfikir secara abstrak dan sistematis untuk memecahkan persoalan yang bersifat hipotesis.

E.     Tahap-tahap Kreativitas

Wallas (Solso, 1991) ada empat tahapan proses kreatif antara lain :
1.      Persiapan (Preparation)
Individu berusaha mengumpulkan informasi atau data untuk memecahkan masalah yang dihadapi pada tahaap ini masih amaat diperluakan kemampuan berfikir divergen,denagn bekal ilmu dan pengalaman.
2.      Pada tahap ini individu seolah-olah melepaskan diri untuk sementara waktu dari masalah yang dihadapinya.memikirkan permasalah dalam alam prasadar.
3.      Iluminasi
Timbul inspirasi atau gagasan-gagasan baru serta proses-proses psikologis yang mengawali dan mengikuti munculnya inspirasi dan gagasan baru.ini timbul setelah diendapkan dalam waktu yang lama.
4.      Verifikasi
Gagasan yang muncul dievaluasi secara kritis dan konvergen serta menghadapkannya kepada realita.
F.     Karakteristik Kreatifitas
Menurut Clark (1988) karakteristik kreativitas antara lain memiliki disiplin diri yang tinggi, memiliki kemandirian yang tinggi, cenderung sering menentang otoritas, memiliki rasa humor, mampu menentang tekanan kelompok, mampu menyesuaikan diri, senang berpetualang, toleran terhadap ambiguitas, menyukai hal-hal yang komplek, memiliki kemampuan divergen yang tinggi,memiliki memori dan atensi yang baik, memiliki wawasan yang luas, sensitif terhadap lingkungan, memiliki rasa ingin tau yang tinggi, memiliki rasa estetik yang tinggi, dan lebih bebas dalam mengembangkan integrasi peran.
G.    Faktor-faktor yang mempengaruhi Kreativitas
Ada beberapa faktor yang mendukung berkembangnya potensi kreatifitas pada remaja ,yaitu remaja sudah mampu melakukan kombinasi tindakan secara proporsional berdasarkan pemikiran logis,remaja sudah mampu melakukan kombinasi objek-objek secara proporsional pemikiran logis, remaja sudah memiliki pemahaman tentang ruang relatif, remaja sudah mampu melakukan pemisahan dan pengendalian variabel-variabel dalam menghadapi masalah yang kompleks, remaja sudah mampu melakukan abstraksi reflektif dan berfikir hipotetis, remaja sudah memiliki diri ideal dan remaja sudah menguasai bahasa abstrak.
H.    Masalah yang sering timbul pada Anak Kreatif
Menurut Dedi Supriadi (1994) masalah yang timbul atau dialami oleh anak-anak kreatif sebagai berikut:
1.      Pilihan karier yang tidak realistis.
2.      Hubungan dengan guru dan teman sebaya.
3.      Perkembangan yang tidak selaras.
4.      Tiadanya tokoh-tokoh ideal.

I.       Upaya membantu Perkembangan Kreativitas dan Implikasinya bagi Pendidikan
Cara membimbing perkembangan anaak-anak kreatif yaitu sebagai berikut:
a.       Menciptakan rasa aman kepada anak untuk mengekspresikan kreativitasnya.
b.      Mengakui dan menghargai gagasan-gagasan anak.
c.       Menjadi pendorong bagi anak untuk mengomunikasikan dan mewujudkan gagasan-gagasannya.
d.      Membantu anak memahami divergensinya dalam berpikir dan bersikap dan bukan menghukumnya.
e.       Memberikan peluang untuk mengomuniakasikan gagasan-gagasan.
f.       Memberikan informasi mengenai peluang yang tersedia.



“ Perkembangan Nilai, Moral, dan Sikap “

Antara pengetahuan dan tindakan ternyata tidak selalu terjadi korelasi positif yang tinggi. Proses pertumbuhan dan kelanjutan pengetahuan menuju bentuk sikap dan tingkah laku adalah proses kejiwaan yang musykil. Seorang individu yang pada waktu tertentu melakukan perbuatan tercela ternyata melakukannya tidak selalu karena ia tidak mengetahui bahwa perbuatan itu tercela, atau tidak sesuai dengan norma-norma masyarakat.

A.    Pengertian Nilai, Moral, dan Sikap

1.      Pengertian Nilai

Menurut Spranger, nilai diartikan sebagai suatu tatanan yang dijadikan panduan oleh individu untuk menimbang dan memilih alternatif keputusan dalam situasi sosial tertentu. Menggolongkan nilai ke dalam enam jenis, antara lain :
a.       Nilai teori atau nilai keilmuan
Mendasari perbuatan seseorang atau kelompok orang yang bekerja terutama atas dasar pertimbangan rasional.
b.      Nilai Ekonomi
Suatu nilai yang mendasari perbuatan seseorang atau kelompok orang atas dasar pertimbangan ada tidaknya keuntungan finansial sebagai akibat dari perbuatannya.
c.       Nilai solidaritas
Suatu nilai yang mendasari perbuatan seseorang terhadap orang lain tanpa menghiraukan akibat yang mungkin timbul terhadap dirinya sendiri, baik berupa keberuntungan atau ketidakberuntungan.
d.      Nilai Agama
Suatu nilai yang mendasari perbuatan seseorang atas dasar pertimbangan kepercayaan bahwa sesuatu itu dipandang benar menurrut ajaran agama.
e.       Nilai Seni
Suatu nilai yang mendasari perbuatan seseorang atau kelompok atas dasar pertimbangan rasa keindahan atau rasa seni yang terlepas dari berbagai pertimbangan material.
f.       Nilai Kuasa
Suatu nilai yang mendasari perbuatan seseorang atau kelompok orang atas dasar pertimbangan baik buruknya untuk kepentingan dirinya atau kelompoknya. 

Menurut Harrocks, nilai merupakan sesuatu yang memungkinkan individu atau kelompok sosial membuat keputusan mengenai apa yang dibutuhkan atau sebagai suatu yang ingin dicapai.

Nilai-nilai kehidupan adalah norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, misalnya adat kebiasaan dan sopan santun.

2.      Pengertian Moral

Berasal dari kata latin mores yang berarti tata cara dalam kehidupan, adat istiadat, atau kebiasaan. Menurut Shaffer bahwa moral merupakan rangkaian nilai tentang berbagai macam perilaku yang harus dipatuhi. Menurut Rogers moral merupakan standar baik-buruk yang ditentukan bagi individu oleh nilai-nilai sosial budaya dimana individu sebagai anggota sosial.


Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Lawrence E. Kohlberg berhasil melahirkan beberapa kesimpulan, diantaranya antara lain adalah :
a.       Penilaian dan perbuatan moral pada intinya bersifat rasional.
b.      Terdapat sejumlah tahap pertimbangan moral yang sesuai dengan pandangan formal harus diuraikan dan yang biasannya digunakan remaja untuk mempertanggung jawabkan perbuatan moralnya.
c.       Membenarkan gagasan Jean Piaget bahwa pada masa remaja sekitar umur 16 tahun telah mencapai tahap tertinggi dalam proses pertimbangan moral.
Moral adalah ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, kewajiban, akhlak, dan sebagainya.
Terdapat tiga tahap perkembangan moral, antara lain :
a.       Tahap Pramoral, anak belum menyadari keterkaitannnya pada aturan.
b.      Tahap Konversional, kesadaran akan ketaan pada kekuasaan.
c.       Tahap Otonom, keterikatan pada aturan yang didasarkan pada resiprositas.
Menurut Lawrence E. Kohlberg (1995) tahap-tahap perkekembangan moral antara lain :
a.       Tingkat Prakonvensional
Anak tanggap pada aturan-aturan budaya dan ungkapan-ungkapan budaya mengenai baik-buruk serta benar salah.
Ada 2 tahap, antara lain :
1.      Orientasi hukuman dan kepatuhan.
2.      Orientasi relativitas-instrumental.
b.      Tingkat Konvensional
Anak hanya menuruti harapan kelurga, kelompok, atau masyarakat.
Ada 2 tahap, antara lain :
1.      Orientasi kesepakatan antara pribadi atau disebut orientasi “anak manis”
2.      Orientasi hukum dan ketertiban.
c.       Tingkat Pascakonvensional, Otonom, atau Berlandaskan Prinsip
Usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai dan prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat diterapkan, terlepas dari otoritas kelompok atau orng yang berpegang pada prinsip pada prinsip-prinsip itu dan terlepas pula dari identifikasi dengan kelompok tersebut.
Ada 2 tahap :
1.      Orientasi kontrak sosial legalitas.
2.      Orientasi Prinsip dan etika Universal.

3.      Pengertian Sikap
Menurut Fishbein (1975) mendefinisikan sikap adalah predisposisi yang dipelajari untuk merespons secara konsisten terhadap suatu objek.
Menurut Chaplin (1981) menyamakan sikap dengan pendirian. Sikap sebagai predisposisi atau kecenderungan yang relatif stabil dan berlangsung terus-menerus untuk bertingkah laku atau bereaksi dengan cara tertenu terhadap orang lain, objek, lembaga, atau persoalan.
Menurut Stephen R. Corey (1989) ada 3 teori determinisme untuk menjelaskan sikap manusia, yaitu :
a.       Determinisme Genetik, bahwa sikap individu diturunkan oleh keluarga berdasarkan DNA.
b.      Determinisme Psikis, bahwa sikap individu merupakan hasil dari perlakuan, pola asuh, atau pendidikan orang tua.
c.       Determinisme Lingkungan, bahwa perkembangan sikap seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan tempat individu tersebut tinggal.
Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi berupa kecenderungan tingkah laku, sikap juga dapat diartikan sebagai kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek tersebut.
B.     Hubungan Antara Nilai, Moral, dan Sikap

Nilai merupakan dasar pertimbangan bagi individu untuk melakukan sesuatu, moral merupakan perilaku yang seharusnya dilakukan atau dihindari, sedangkan sikap merupakan predisposisi atau kecenderungan individu untuk merespons terhadap suatu objek atau sekumpulan objek sebagai perwujudan darin sistem nilai dan moral yang ada. Nilai mengarahkan pembentukan moral tertentu yang kemudian akan menentukan sikap individu.

Menurut Sigmund Freud melalui teori Psikoanalisisnya menjelaskan bahwa antara nilai, moral dan sikap saling berketerkaitan. Nilai dan moral itu menyatu pada struktur kepribadian. Struktur kepribadian ini antara lain Id atau Das edes, Ego atau Das Ich dan Super ego atau Das uber ich.

Hubungan antara nilai, moral dan sikap dapat dilihat dari segi pengamalan nilai-nilai. Nilai-nilai perlu dikenal terlebih dahulu, kemudian dihayati dan didorong oleh moral, baru akan terbentuk sikap tertentu terhadap nilai-nilai tersebut dan ada akhirnya terwujud tingkah laku sesuai dengan nilai-nilai yang dimaksud.

C.    Karakteristik Nilai, Moral dan Sikap

Pada perkembangan niai yang paling menonjol yaitu bahwa remaja sudah sangat merasakan pentingnya tata nilai dan mengembangkan nilai-nilai baru yang diperlukan sebagai pedoman, pegangan atau petunjuk.

Selain itu, dalam perkembangan moralnya karakteristik yang paling menonjol yaitu bahwa tingkat perkembangan kognisi yang mulai mencapai tahapan berpikir operasional formal. Dicirikan dengan mulai tumbuh kesadaran akan kewajiban mempertahankan kekuasaan dan pranata yang ada karena dianggapnya sebagai suatu yang bernilai, meskipun belum bertanggung jawab secara pribadi.

Dan yang terakhir adalah perkembangan sikap karakteristik yang paling menonjol yaitu bahwa sikap menentang nilai-nilai dasar hidup orang tua dan orang dewasa lainnya. Gejala sikap menentang pada remaja hanya bersifat sementara dan akan berubah serta berkembang ke arah moralitas yang matang dan mandiri.

D.    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Nilai, Moral, dan Sikap

Lingkungan merupakan faktor yang sangat bepengaruh dalam perkembangan nilai, moral dan sikap. Faktor lingkungan ini antara lain mencakup aspek psikologis, sosial, budaya, dan fisik kebendaan yang terdapat pada lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Seseorang yang tumbuh dalam kondisi psikologis yang sangat baik akan berakibat positif pada individu tersebut. Antara lain memiliki nilai-nilai luhur, moralitas yang tinggi, dan sikap perilaku yang terpuji.

Ada pula teori-teori non-psikoanalisis yang beranggapan bahwa hubungan anak-orang tua bukan satu-satunya sarana pembentuk moral namun masyarakat juga. Tingkah laku yang terkendali disebabkan oleh adanya kontrol masyarakat itu sendiri yang mempunyai sanksi-sanksi tersendiri buat pelanggar-pelanggarnya.

E.     Perbedaan Individual dalam Nilai, Moral dan Sikap

Sistem nilai,moral, dan sikap suatu kelompok atau individu dipengaruhi oleh faktor lingkungan sehingga sistem nilai, moral, dan  sikap pun berbeda. Ketika suatu kolompok atau individu berpandangan bahwa sesuatu itu merupakan hal yang baik belum tentu kelompok atau individu lain sependapat. Oleh sebab itu, merupakan hal yang wajar jika terjadi perbedaan individual dalam suatu kelompok masyarakat mengenai nilai moral dan sikap
F.     Upaya Pengembangan Nilai, Moral dan Sikap serta Implikasinya bagi Pendidikan

Suatu sistem sosial yang berupaya menumbuhkembangkannya adalah keluarga. Melalui pendidikan, pengasuhan, pendampingan, perintah, larangan, hadiah , hukuman, dan interfensi edukatif,  para orang tua menanamkan nilai-niali luhur, moral yang tinggi dan sikap yang baik bagi anak-anaknya.

Langkah selanjutnya yaitu melalui lingkungan sekolah. Pada lingkungan ini anak tidak hanya didik dalam segi akademiknya saja, namun pada tingkah lakunya di sekolah. Kelulusannya pun didasarkan pada tata kramanya.

Perkembangan moral dapat dilihat pada prosedur diskusi moralnya, yaitu melalui “induksi konflik-kognitif” antara lain :
a.       Prosedur yang pertama adalah kurikulum pendidikan  moral dipusatkan pada suatu rangkaian dilema moral yang didiskusikan bersama-sama antara siswa dan guru.
b.      Prosedur yang kedua adalah menimbulkan diskusi antara para murid pada dua tahap perkembangan moral yang berdekatan.
dapat dilakukan pula dalam proses mengembangkan nilai, moral dan sikap remaja adalah :
a.       Menciptakan Komunikasi.
b.      Menciptakan iklim lingkungan yang serasi.

















DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad dan Mohammad Ansori. 2004. Perkembangan Remaja. Bumi Aksara: Jakarta

Sunarto, dan B. Agung Hartono. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Rineka Cipta: Jakarta
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar